Jumat, 28 Desember 2007

Detik-Detik Menunggu Operasi Mukmin Muraghin

TOLITOLI - Masih ingat dengan Mukmin Muraghin, Balita yang lahir tanpa lubang anus itu? Balita malang itu kini sedang dirawat di kamar 2 kelas III, Gedung Lontara 3, lantai dua, RS Dr Wahidin Makassar. Putra pasangan Nasdin dan Ratna itu, kini siap-siap untuk dioperasi dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Menurut Nasdin, orangtua Muraghin, saat ini anaknya belum bisa dioperasi karena berat badannya belum sesuai dengan usianya. Usia Muraghin yang kini 11 bulan mestinya sudah 10 kg, namun baru 4 kg.
Selain terkendala berat badan, Nasdin juga terkendala biaya operasi karena Askeskin yang dikantongi Nasdin tidak menanggung biaya operasi.
"Saya sudah cerita dengan dokter ahli bedah, kemungkinan biaya operasi mencapai Rp40 juta. Sementara uang bantuan dari para dermawan saat ini tinggal Rp13 juta lebih," cerita Nasdin, (25/12).
Lebih jauh diceritakan Nasdin, proses operasi anak semata wayangnya itu akan ditangani lima dokter ahli, yakni ahli bedah, anak, gizi, bius, dan ahli rontgen.
"Makanya saya sangat pusing sekali, persiapan saya tinggal Rp10 juta lebih dari bantuan masyarakat Tolitoli," kata Nasdin sedih.
Karena itulah, ia berharap semoga masih ada masyarakat Tolitoli yang berkenan meringankan beban Nasdin untuk biaya operasi anaknya. Sebagai loper majalah, Nasdin mengaku sama sekali tidak ada harapan lain kecuali uluran tangan masyarakat Tolitoli.
Sejak Nasdin berangkat ke Makassar, ia telah memanfaatkan bantuan yang sudah diberikan masyarakat Tolitoli untuk mengurus anaknya. Sampai tadi malam, Nasdin sudah berada di Makassar sekitar satu minggu. Sebelumnya ke Makassar, Mukmin Muraghin sempat dirawat di RSU Undata Palu.(ha)

Kamis, 27 Desember 2007

Yang Lain, Yang Baik



"Harta membuat hati seseorang menjadi keras, ilmu membuat hati seseorang menjadi bercahaya."

Menengok Potensi Ikan Tuna di Tolitoli

Laporan : Adha Nadjemuddin

Tolitoli dari dulu dikenal dengan potensi perikanan lautnya. Tapi dari dulu hingga sekarang, Tolitoli belum juga melakukan ekspor ikan. Padahal hampir semua orang pandai di daerah ini mengatakan, Tolitoli memiliki potensi ikan terbesar. Bahkan DPRD sudah melakukan study banding ke Bitung, Sulut, untuk melihat pengelolaan ikan di sana. Tapi sampai sekarang belum ada juga kedengarannya Tolitoli akan menjadi daerah pengekspor ikan. Kenapa?

PAMERAN pembangunan dalam rangka Hutda Tolitoli ke-47, awal Desember lalu, Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) Tolitoli memajang abon ikan tuna alias ekor kuning. Abon produksi Wanita Mandiri, Jln Yos Soedarso itu dipajang di salah satu sudut stand Diskanlut. Selain bahan promosi, abon-abon itu juga dijual dengan harga bervariasi.
Di dinding belakang abon itu, melekat alat tangkap yang terbuat dari tali plastik kir-kira sebesar jari klinking orang dewasa. Pancingnya cukup besar, mungkin pancing ukuran nomor 1. Tali dan pancingnya memang besar, karena tenaga ikan tuna luar biasa apalagi jika sudah berukuran besar.
Menurut petugas stand Diskanlut yang berjaga malam itu, alat pancing itu disebut dengan long line, alat pancing modern yang digunakan untuk menangkap ikan sejenis ikan tuna. Disebut long line karena tali yang digunakan cukup panjang, bisaberatus-ratus meter.
Nelayan di Tolitoli belum menggunakan alat pancing ini untuk menangkap ikan tuna. Mereka masih mengail dengan cara konvensional, yaitu menggunakan layang-layang. Cara ini oleh nelayan menganggap jitu khususnya untuk ikan jenis pelagis. Cara ini sudah dilakukan turun-temurun oleh nelayan di daerah ini.
Menurut petugas stand Diskanlut, ikan tuna di Tolitoli tersebar luas terutama di wilayah Dampal Utara dan Tolitoli Utara. Jarak dari daratan pun tidak begitu jauh. Kira-kira perjalanan satu-dua jam dengan menggunakan katinting, sudah bisa menemukan pusat ikan tuna.
Ikan tuna di Tolitoli sudah menembus pasar ekspor. Tapi sayangnya, bukan Tolitoli yang bertindak sebagai ekportirnya, sebab ikan-ikan itu dibeli oleh pedagang di Palu, lalu dikirim ke Makassar. Makassarlah yang kemudian mengekspor ikan tuna hasil tangkapan nelayan di Tolitoli ini.
"Nelayan kita hanya sebagai pengumpul lalu dibeli orang luar, merekalah yang mengekspor," jelas petugas stand itu.
Kenapa Tolitoli belum bisa mengekspor? Banyak kendalanya, antara lain kesulitan pengawetan dan transportasi. Pengawetan terkait dengan kapasitas listrik. Sementara listrik di Tolitoli hanya bisa untuk kebutuhan rumah tangga. Itupun harus padam bergilir.
Karena pengawetan yang tidak terjamin, sehingga kwalitas ikan pun menurun dari kwalitas sesungguhnya. Jika diukur dari Tolitoli, seekor ikan tuna itu masih berkwalitas A, sesampainya di Palu kwalitasnya menurun menjadi B atau C. "Malah kadang-kadang kwalitasnya menurun hingga kwalitas D," kata penjaga stand.
Banyak faktor penyebab turunnya kwalitas ikan itu. Selain sistem pengawetannya yang tidak sempurna, juga akibat jarak transportasi yang cukup jauh. Apalagi jika melalui darat, kenyamanan dan keamanan ikan tidak bisa dijamin. Salah satu solusinya, sistem pengawetan ikan di Tolitoli harus dipikirkan bersama.
Jika dibanding ikan cakalang, ikan tuna memang incaran ekspor sebab kwalitas proteinnya yang lebih tinggi. Tapi di Tolitoli, hampir tidak ada perbedaan harga antara ikan tuna dengan ikan cakalang. Apalagi di Tolitoli, nelayan biasanya menangkap ikan tuna dalam ukuran besar antara 60 s/d 80 kilogram. Agar ikan ini bisa dibeli sesuai kemampuan konsumen, satu-satunya cara harus diloin (diiris-iris menjadi kecil).
"Sisa-sisa daging yang melengket di tulang itulah yang kemudian diolah oleh nelayan kita menjadi abon ikan tuna," cerita petugas stand itu.
Abon ikan tuna yang cukup dikenal di Tolitoli ini salah satunya produksi Wanita Mandiri di Jln Yos Soedarso No. 86 A. Abon itulah yang menjadi andalan industri lokal Tolitoli. Sehingga setiap ada pameran atau kegiatan ekspo di luar daerah, abon itulah salah satunya yang dipromosikan.
Abon ikan tuna telah menjadi salah satu alternatif industri sebagai pengganti kegiatan ekspor ikan tuna di Tolitoli. Padahal bicara potensi, Tolitoli memiliki potensi ikan tuna yang luar biasa dan menjanjikan untuk diekspor.***

Banjir di Tolitoli Surut

Tolitoli - Banjir yang menggenangi enam desa di dua kecamatan di Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, hari ini (Kamis, 26/12)  sudah surut. Warga di lokasi banjir tampak sudah membersihkan rumah dan menjemur perabot rumah yang tergenang.
Pantauan di desa Lampasio, salah satu desa yang terkena banjir di Kecamatan Lampasio, sekitar 30 kilometer arah selatan kota Tolitoli menyebutkan, kendatipun air sudah surut namun masih ada beberapa fasilitas publik seperti halaman masjid masih tergenang air.
Untungnya masjid tersebut terbuat dari bahan bangunan panggung sehingga tidak menggenangi bagian dalam masjid tersebut. Namun warga masih kesulitan menggunakan rumah ibadah itu karena ketinggian air di halaman masjid masih setinggi lutut orang dewasa. Situasi seperti itu dimanfaatkan anak-anak di desa itu untuk bermain seperti halnya di kolam renang.
Tetapi fasilitas lainnya yang sebelumnya terendam seperti Puskesmas, lapangan sepak bola dan sekolah sudah dibersihkan.
Menurut salah seorang petugas Puskesmas, ketinggian air di sekitar puskesmas hampir mencapai pinggul orang dewasa.
Desa Lampasio yang didiami lebih dari 1000 Kepala Keluarga ini, umumnya rumah warga terbuat dari rumah panggung sehingga tidak terlalu mengancam mereka. Namun warga yang tinggal di daerah aliran sungai merasa cemas mengingat air banjir sangat deras.
Beberapa warga tampak membuat rakit terbuat dari bambu. Rakit itulah yang menghubungkan rumah mereka dengan jalan raya.
Sebagian besar penduduk setempat mendirikan rumah di areal yang rawan rendaman air dan rawah. Namun jika musim kemarau, areal itu kering.
Menurut Amin, salah seorang warga, selama tahun 2007 ini sudah dua kali banjir besar yakni awal tahun dan akhir tahun ini.
Kades Lampasio, Moh Semen, membenarkan hal itu. Menurutnya, meskipun di desanya sering banjir namun tidak sebesar banjir kali ini. "Selama tahun 2007, sudah dua kali banjir besar. Awal tahun dan akhir tahun ini," tandasnya.
Sementara itu, informasi yang dihimpun menyebutkan, lima desa lainnya yang sebelumnya juga diterjang banjir hari ini sudah surut. Namun masyarakat masih disibukkan dengan mengurus rumah masing-masing dari sisah-sisah banjir.
Seperti diberitakan sebelumnya, sebanyak enam desa yang tersebar di dua kecamatan di Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, diterjang banjir. Ketinggian air berkisar 1 s/d 1,5 meter.
Desa yang diterjang banjir paling parah terdapat di desa Lampasio, Salugan, dan Janja, masing-masing di Kecamatan Lampasio. Tiga desa lainnya adalah Buga, Pagaitan, dan Bambalaga masing-masing di Kecamatan Ogodeide.(ant/ha)

Banjir Merusak Puluhan Hektar Padi Sawah

Tolitoli - Banjir yang melanda enam desa di dua kecamatan di Kabupaten Tolitoli, merusak puluhan hektar sawah padi yang baru ditanami petani. Sebagian besar sawah tersebut terletak di desa Lampasio, Kecamatan Lampasio, sekitar 30 kilometer arah Selatan Kota Tolitoli.
"Khusus di dusun VII, Bambuan, sekitar 50 hektar sawah yang baru ditanami rusak total akibat banjir," kata Kepala Desa Lampasio, Moh Semen, di Lampasio, Rabu.
Dikatakan Semen, selain di dusun VII, kerusakan serupa juga terjadi di Dusun I dan Dusun II. Di tempat ini setidaknya terdapat 20 hektar sawah yang sudah ditanami juga terendam, dan sampai siang tadi baru sebagian tempat yang air banjirnya surut.
"Kalau di dusun Cabang lain lagi. Sebanyak 170 kaleng bibit padi yang sudah siap disemaikan tidak bisa lagi difungsikan," rinci Semen.
Banjir yang terjadi sejak tanggal 19 Desember ini, dia memperkirakan telah merendam sepanjang sekitar sembilan kilometer desa Lampasio.
Menurut keterangan warga, air banjir sudah mulai merendam sebagian desa Lampasio sejak tanggal 19 Desember. Sehari setelah itu, air sempat surut namun tidak berlangsung lama genangan air kembali menghajar.
Air tersebut umumnya berasal dari luapan air sungai Lampasio. Karena sungai tidak mampu lagi menampung debit air sehingga meluber hingga ke pemukiman penduduk.
"Sungai Lampasio berada di belakang desa ini. Sehingga kalau musim banjir, airnya dengan mudah naik ke daratan," kata warga.
Namun Rabu kemarin, genangan air yang merendam rumah-rumah penduduk dan sejumlah fasilitas umum sudah surut. Apalagi dalam sehari ini, tidak ada lagi hujan. Bahkan sebaliknya, sinar matahari cukup panas.
Menurut Kades Lampasio, Moh Semen, banjir yang sering melanda desanya itu baru terjadi sekitar lima tahun terakhir. Sebab kata Semen, menurut pengakuan orang-orang tua dulu, Lampasio jarang dilanda banjir. Kalaupun terjadi banjir tidak seperti banjir yang terjadi belakangan ini.
"Makanya kami menduga ini ada kaitannya dengan pembabatan hutan yang semakin marak," duga Semen.
Banjir yang melanda dua kecamatan di Tolitoli tersebut hingga hari ini belum diperoleh informasi adanya korban jiwa. Namun diperkirakan ratusan hektar sawah dan perkebunan masyarakat rusak.(ant/ha)

Enam Desa Diterjang Banjir

Enam Desa Diterjang Banjir

Tolitoli - Sebanyak enam desa di Kecamatan Lampasio dan Ogodeide, Kabupaten Tolitoli, diterjang banjir dengan ketinggian air berkisar satu hingga 1,5 meter. Bencana alam ini melumpuhkan sebagian aktivitas warga setempat.
"Banjir sudah terjadi sejak tanggal 19 Desember lalu dan hingga hari ini (kerain) belum surut," kata petugas Sosial Masyarakat Tenaga Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan Lampasio, Amirullah, saat melaporkan kondisi banjir tersebut ke Dinas Kesejahteraan Sosial Tolitoli, Selasa kemarin.
Menurut dia, wilayah paling parah diterjang banjir tersebut yaitu desa Lampasio, Salugan, dan Janja di Kecamatan Lampasio. Sedangkan tiga desa lainnya adalah Buga, Pagaitan, dan Bambalaga terdapat di Kecamatan Ogodeide.
"Aktivitas masyarakat terhenti, karena hampir seluruh lahan pertanian digenangi air lebih dari satu meter," katanya.
Amirullah menjelaskan, karena banjir sudah berlangsung hampir sepekan, masyarakat di enam desa tersebut sudah kesulitan bahan makanan dan air bersih. Untuk mengantisipasi hal itu, warga yang masih memiliki stok beras dipinjamkan ke warga lainnya yang membutuhkan.
"Kami sengaja melaporkan kondisi ini ke Dinas Sosial, karena para korban banjir terancam kelaparan" kata dia, dan menambahkan beruntung kendaraan roda empat bisa masuk ke beberapa desa yang terendam banjir sehingga mereka yang memiliki persediaan uang masih dapat membeli bahan makanan ke kota Tolitoli.
Amirullah mengatakan, salah satu penyebab terjadinya banjir, selain karena hujan yang terus-menerus mengguyur Kabupaten Tolitoli dalam sepekan terakhir, juga dikarenakan tanggul pengairan di Dusun Cabang (Desa Lampasio) jebol, sehingga air meluap hingga ke pemukiman penduduk.
Ratusan hektar lahan pertanian masyarakat setempat juga ikut terendam banjir.
"Untuk mencegah bencana banjir ini lebih buruk lagi, masyarakat setempat sejak beberapa hari terakhir melakukan kerja bakti massal untuk membendung tanggul dengan memasang karung berisi pasir dan keriki," katanya.
Tapi, lanjut dia, pekerjaan manual ini kurang efektif dan dapat bertahan lama, sebab jika hujan deras masih terus mengguyur upaya memblokade air yang dilakukan masyarakat tersebut akan sia-sia disapu banjir.
Dinas Kesejahteraan Sosial menurut rencana akan turun ke lokasi hari ini.(metrotolis)